Ajak Stakeholder Rancang Framework Energi Hijau, BPSDM ESDM Gelar The 2nd Human Capital Summit of Energy 2025
Dilihat : 91 Kali | 27-09-2024 08:05:04
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Energi dan Sumber Daya Mineral (BPSDM ESDM) resmi meluncurkan The 2nd Human Capital Summit of Energy 2025 di Gedung Widjajono Partowidagdo, Kamis (26/9/2024).
Human Capital Summit of Energy merupakan forum yang mempertemukan para pemangku kepentingan di sektor energi untuk membahas isu terkini di sektor energi, termasuk transisi energi hijau.
Human Capital Summit of Energy pertama kali digelar dengan mengusung tema “Human Capital Development towards Net Zero Emission 2060” pada 21 Maret 2023.
Pertemuan tersebut menghasilkan rekomendasi program dan kebijakan untuk mengatasi pengurangan emisi karbon, percepatan transisi energi dan penciptaan pasokan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan sesuai dengan Peta Jalan Net Zero Emission (NZE).
Untuk The 2nd Human Capital Summit of Energy 2025, BPSDM ESDM mengusung tema “Accelerating the Transformation of Green Collar Workforce toward Energy Transition”.
Pertemuan tersebut diharapkan dapat merancang dan mengusulkan kerangka kebijakan komprehensif yang mendukung percepatan transformasi tenaga kerja kerah hijau sejalan dengan tujuan transisi energi Indonesia.
Kepala BPSDM ESDM Prahoro Nurtjahyo menjelaskan, pengembangan sektor energi hijau di Indonesia membutuhkan kerangka kerja yang terencana, mulai dari aspek upstream, midstream, hingga downstream.
Sebagai pihak yang berada di sektor upstream atau hulu, Kementerian ESDM berkewajiban melihat potensi di sektor energi sesuai ketersediaan resource dan teknologi. Oleh karena itu, BPSDM ESDM selalu mengamati perkembangan human capital di sektor energi agar sesuai dengan kebutuhan saat ini.
Sementara itu, di sektor downstream, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), serta Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) bertanggung jawab mengembangkan human capital yang sesuai kebutuhan sektor energi dan mengantisipasi perubahan teknologi dan tuntutan industri sesuai tupoksinya masing-masing.
Prahoro menilai bahwa human capital merupakan faktor kunci dalam pengembangan energi terbarukan. Investor tidak hanya melihat kesiapan sumber daya alam dan teknologi, tetapi juga kualitas.
“Padahal, investasi datangnya itu satu paket. Itu sudah termasuk resource, uang, dan human capital. Jadi, kita harus siap-siap,” kata Prahoro.
Prahoro melanjutkan bahwa potensi energi hijau Indonesia mencapai 3.600 Giga Watt. Potensi ini didapat dari berbagai sektor, mulai dari laut, geothermal, serta nuklir.
Selain itu, pemerintah juga sudah memiliki Indonesia Net-Zero Emission (NZE) Roadmap 2060 yang efektif diberlakukan mulai 2025 hingga 2060. Berdasarkan roadmap tersebut, pemerintah sudah siapkan mengembangkan energi nuklir, hidrogen, serta geotermal sesuai rancangan waktu yang sudah ditetapkan.
Meski demikian, roadmap tersebut hanya akan menjadi rencana di atas kertas jika tidak ditunjang dengan human capital yang mumpuni.
Pasalnya, dari 280 juta penduduk Indonesia, jumlah pekerja dari lulusan universitas hanya 14 juta. Sementara itu, pekerja Indonesia didominasi lulusan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).
Oleh karena itu, The 2nd Human Capital Summit of Energy 2025 dapat menjadi gerbang untuk sharing informasi, data, serta rencana kebijakan berikutnya
“Melalui acara tersebut, kami menargetkan dua hal. Pertama, desain framework terkait human capital development di sektor energi dengan mempertimbangkan resource, tantangan, serta potensi human capital. Kedua, memetakan green job yang ada saat ini beserta peta kompetensinya serta sertifikasinya,” tuturnya.
Tindaklanjuti RPJPN di sektor energi
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa Kementerian ESDM tengah menindaklanjuti perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) menjadi Undang-undang, khususnya di sektor energi.
Pihaknya telah mendorong penyelesaian Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional. Ke depan, pihaknya juga membuat rancangan serupa untuk sektor minyak dan gas bumi. Tujuannya, untuk memberikan pedoman bagi perusahaan minyak nasional, seperti Pertamina, dalam mengembangan energi ke depan, khususnya energi terbarukan.
Selain itu, Kementerian ESDM tengah memfinalisasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru. Pihaknya juga memperimbangkan membuat rancangan itu untuk Pertamina atau badan usaha pemerintah lainnya.
“Dengan demikian, mereka dapat mengikuti target yang ditentukan pemerintah. Pemerintah juga terbuka untuk mendengar aspirasi dari badan usaha dalam penyusunan rancangan ini,” kata Dadan.
Terkait luasnya hilirisasi di industri energi, Dadan menilai bahwa beberapa lembaga kementerian dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga memiliki universitas yang telah mencetak human capital handal. Sebut saja, Telkom memiliki Telkom University, PLN memiliki Institut Teknologi PLN (ITPLN), serta Kementerian ESDM memiliki Politeknik Energi dan Mineral Akamigas (PEM Akamigas).
Hal tersebut menandakan bahwa kementerian dan BUMN juga memiliki komitmen untuk menyediakan human capital berkualitas, khususnya di sektor energi yang memiliki cakupan luas.
“Saat ini, pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak dan gas. Mungkin jika kita sudah siap, pemerintah akan melarang ekspor produk energi yang telah diolah sebagian (intermediate),” tuturnya.